Exchange Story In Lund
October 20, 2016Kemeriahan Hari Dokter Nasional 2016!
November 20, 2016Diabetes merupakan penyakit kronik yang dialami oleh 422 juta jiwa di seluruh dunia dan merupakan penyebab kematian tertinggi kedelapan (WHO). Di Indonesia sendiri, penderita diabetes berjumlah 12 juta jiwa (Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI 2014). Diabetes memiliki angka prevalensi tinggi di negara-negara berkembang.
Diabetes dikategorikan menjadi dua tipe, dimana diabetes tipe 1 disebabkan oleh faktor genetik. Jadi, orang-orang yang mengidap diabetes tipe 1 itu merupakan orang-orang yang keluarganya juga punya riwayat penyakit diabetes. Sifat genetik diabetes ini mengakibatkan pankreas, yang merupakan organ yang memproduksi hormon insulin tubuh, tidak bisa memproduksi insulin dengan cukup sesuai kebutuhan tubuh. Biasanya penyakit herediter ini muncul di usia remaja, sekitar usia 10-19 tahun. Oleh karena itu, diabetes tipe 1 dulu disebut sebagai juvenile/childhood-onset diabetes.
Sedangkan, diabetes tipe 2 yang mencakup 90% dari semua kasus diabetes yang ditemukan merupakan penyakit diabetes yang terjadi ketika tubuh tidak bisa menggunakan hormon insulin dengan efektif, sehingga regulasi dan metabolisme glukosa tidak sempurna. Diabetes tipe 2 ini hampir berkebalikan dengan diabetes tipe 1. Diabetes tipe 2 disebabkan oleh lifestyle yang tidak sehat (berat badan yang berlebih dan kurang olahraga) dan biasa terjadi di usia dewasa (usia 40 tahun keatas), tapi baru-baru ini telah ditemukan anak-anak yang juga didiagnosis dengan diabetes tipe 2.
Nah, ketika seseorang mengalami diabetes biasanya mereka mengalami gejala-gejala seperti sering buang air kecil, rasa lelah yang berlebihan, penurunan berat badan secara drastis dan tiba-tiba, dan kecenderungan untuk terkena infeksi superfisial fungal, yaitu infeksi kulit yang terjadi ketika orang terluka lalu terdapat jamur atau bakteri yang masuk dan menginfeksi tubuh lewat luka tersebut, biasanya terlihat dari luka kulit yang tidak kunjung sembuh. Gejala-gejala lain termasuk rasa haus dan lapar yang berlebihan, kesemutan atau adanya rasa kebas di bagian tubuh tertentu, dan gangguan penglihatan.
Metode penanganan diabetes sendiri bermacam-macam. Pastinya hal pertama yang wajib dilakukan adalah penyesuiaian gaya hidup yang lebih sehat. Penyesuaian gaya hidup dilakukan untuk mengendalikan kadar gula darah sehingga dalam batas normal. Kedua, ketika kondisi diabetes sudah memburuk, penyesuaian gaya hidup saja sudah tidak cukup sehingga harus melalu metode terapi obat, seperti injeksi insulin sintetis, metformin dan sulphonylurea.
Selain melakukan terapi dan manajemen gaya hidup, penderita diabetes juga harus rajin melakukan pemeriksaan pada mata, ginjal, dan kaki karena bagian-bagian tubuh ini rentan mengalami komplikasi penyakit diabetes. Diabetes bisa mengakibatkan komplikasi diabetic neuropathy, glaucoma, dan katarak yang dapat mengakibatkan kebutaan. Selain itu, gagal ginjal juga merupakan komplikasi penyakit diabetes dikarenakan kadar gula tinggi dalam darah yang dapat merusak glomerulus, alias ‘penyaring darah’ di ginjal. Pemeriksaan kondisi kaki secara rutin juga perlu dilakukan karena diabetes dapat mengakibatkan kerusakan saraf dan penyeakit pembuluh darah tepi. Kerusakan saraf akan menyebabkan defisiensi daya sensoris, sehingga ketika orang diberi stimulasi rasa sakit dia tidak akan merasakan sakitnya. Diabetes juga menyebabkan kaki menjadi lebih rentan terhadap infeksi bakterial atau fungal, dikarenakan kadar gula tinggi yang menunjang pertumbuhan bakteri atau jamur. Infeksi bakteri atau jamur yang berkepanjangan dapat menyebabkan pembusukan kaki yang berujung pada amputasi. Makanya, banyak pasien diabetes yang teledor harus melakukan tindakan amputasi.
Sebelumnya, sudah disebutkan bahwa lifestyle atau gaya hidup sangat berpengaruh pada penyakit diabetes. Seperti apa sih gaya hidup seseorang yang sangat berisiko mengidap penyakit diabetes? Orang ini memiliki kebiasaan tidak mengawasi makanan yang dia konsumsi. Makanan favoritnya bisa jadi gorengan, makanan yang manis-manis, dan makanan berlemak. Orang ini juga paling malas untuk berolahraga. Karena ia malas untuk berolahraga, akhirnya makanan-makanan jahat ini akan menumpuk di badan kita dan menyebabkan diabetes. Orang ini juga biasanya kurang tidur. Masih tidak bisa ditemukan titik temu mengapa diabetes berhubungan dengan kurang tidur, tetapi beberapa hasil penelitian observasi menunjukkan hasil tersebut.
Lalu, seperti apa sih gaya hidup orang yang paling kecil berisiko untuk mengidap diabetes? Pastinya kebalikan dari paragraf diatas; orang ini pasti makan makanan yang sehat, makan banyak sayuran dan buah atau jikapun makan karbohidrat pasti dijaga dan memilih karbohidrat yang bersumber dari gandum atau beras merah, lalu ia akan rajin berolahraga (minimal 30 menit olahraga tingkat sedang, seperti jogging, tiga kali seminggu), dan jika bisa dia akan menyempatkan minimal 8 jam waktu tidur. Sayangnya, di era globalisasi abad 21 seperti sekarang ini sepertinya memang sulit untuk merealisasikan angan-angan hidup sehat ini. Tapi, apa salahnya mencoba?
Penyakit diabetes termasuk dalam kategori non-communicable disease (NCDs). Non communicable diseases adalah penyakit-penyakit yang bukan disebabkan oleh infeksi atau bisa terjangkit dari orang/pathogen lain (tidak menular), mayoritas disebabkan oleh lifestyle atau faktor-faktor risiko yang terkait dengan penyakit tersebut, dengan mayoritas penyakitnya juga merupakan penyakit kronis. NCDs merupakan salah satu fokus utama WHO sejak sekitar awal tahun 2000, dikarenakan naiknya pravelansi NCDs ini. Contoh penyakit NCDs lainnya adalah stroke, penyakit kardiovaskular, kanker, penyakit ginjal kronis, dan lain lain.
Dahulu di Indonesia, diabetes sempat dikategorikan sebagai neglected non-communicable disease. Tetapi dengan beriringannya waktu, Indonesia bisa perlahan-lahan menanggulangi penyakit diabetes yang jumlah kasusnya terus meningkat. Walaupun begitu, masih butuh banyak waktu dan upaya yang harus dilakukan untuk benar-benar bisa mengatasi diabetes. Dari laporan WHO Diabetes Country Profiles 2016, walaupun insulin tidak tersedia di layanan kesehatan primer, obat lini utama yaitu metformin dan obat lini kedua yaitu sulphonylurea tetap tersedia. Namun, fasilitas screening di layanan kesehatan primer di Indonesia hanya sebatas pengecekan gula darah. Fasilitas untuk screening komplikasi-komplikasi diabetes dan pemeriksaan gula laboratorium lainnya tidak termasuk padahal pemeriksan-pemeriksan ini sangat penting bagi masyarakat. Hal ini menyebabkan susahnya pengontrolan dan manajemen penyakit diabetes secara jangka panjang di tingkat layanan primer.
Kita sebagai mahasiswa kedokteran harus tetap optimis jika ingin keadaan penyakit diabetes di Indonesia membaik. Selain menambah ilmu dan wawasan kita tentang penyakit itu sendiri, kita juga harus bisa memperluas kesadaran masyarakat akan diabetes serta faktor-faktor risikonya. Salah satu bentuk kontribusi CIMSA UGM untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat mengenai diabetes adalah melalui sebuah project yang telah dilaksanakan oleh SCOPH CIMSA UGM 14 November 2016 lalu, berkolaborasi dengan lokal Regio 5 lainnya yaitu CIMSA UMY dan CIMSA UKDW serta juga dengan Persatuan Diabetes Indonesia (Persadia) dan untuk pertama kalinya dengan Himpunan Mahasiswa Gizi dan Kesehatan UGM, untuk memperingati World Diabetes Day.