CERTREEFICATE
May 16, 2022SECATEEN ― 2nd & 3rd Intervention
June 8, 2022MEMOIR Vol. 3 – How CIMSA UGM Helps Shaping My Future: A Job at WHO!
dr. Fina Hidayati Tams, MScIH – CIMSA UGM Batch 2002 – Published June 1, 2022
Halo dr. Fina! Apa kabarnya dokk?
Hai Zhafira! Alhamdulillah baik sekali. Aku akan pindah kerja ke WHO Headquarters di Geneva lhoo nanti 5 juni
Wah! Keren banget dokk! Selamat ya dokk! Duh jadi gaenak ganggu dokter yang lagi banyak persiapan pindahnya heheh
Hahaha terima kasih, Zhafira. Tidak apa -apa kokk.
Heheh okk dokk! Kita langsung mulai saja ya dokk. Sebenarya, apa saja job description dokter sebagai WHO Representative for Malaysia, Brunei Darussalam and Singapore?
Posisi saya adalah Technical Assistant for COVID-19 yang memprioritaskan populasi dengan risiko tinggi lalu ke general population. Saya juga monitoring implementasi program vaksinasi COVID-19 dan keamanan vaksin. Maka, saat itu saya juga sempat membuat suatu fasilitas vaksinasi untuk mendekatkan layanan atau akses vaksinasi kepada masyarakat. Lalu, saya juga mendapat tugas tambahan berupa menjadi koordinator dalam program vaksinasi untuk personel United Agencies (WHO, UNICEF, dll) yang ditugaskan di suatu negara. Selain vaksin COVID-19, ranah kerja saya juga meliput imunisasi rutin. Saat itu di Malaysia sedang akan mengakhiri kasus outbreak polio yang disebabkan oleh vaksin yang disebut Vaccine-derived Polio Virus, saya juga sempat mengurus hal itu juga.
Ohh gitu dok,, jadi dokter tidak bekerja untuk WHO Indonesia ya, dok?
Enggak hahahh.. Namun, karena saya kebetulan saat pertama masuk itu adalah menjadi COVID-19 Vaccine Preparedness Consultant di WHO Representatives for Malaysia, Brunei, and Singapore. Sebelum ke sini, saya bergabung dengan COVID-19 Vaccination di Indonesia. Jadi, di awal 2020 banyak usaha yang dikerjakan untuk mendukung Kemenkes Indonesia (menyiapkan National Deployment and Vaccination Plan) dimana disini saya juga menyiapkan tim di provinsi terkait dengan penguatan surveillance KIPI (Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi). Kalau ada kenaikan symptom atau gejala medis, jadi bisa dipastikan juga apakah berhubungan dengan vaksinnya atau engga, apakah ada kenaikan insidensi dari suatu kejadian tersebut, dan lainnya. Karena masih vaksin baru, tetap harus dilihat polanya.
Ohh begitu dok, kalau proses nya bagaimana ya dok dari lulus sumpah dokter hingga akhirnya bekerja di WHO?
Setelah sumpah dokter, saya mulai kerja klinis di JIH selama 6 bulan. Setelah itu, saya daftar ke WHO Indonesia dengan posisi Project Assistant for Emergency and Humanity and Actions Unit (lebih ke disaster management support ke Kemenkes yaitu Pusat Krisis Kesehatan) selama 2,5 tahun. Setelah itu, saya ambil S2 di Charite University di Berlin (1 tahun) dengan beasiswa. Tesis nya sendiri di 3 tempat yaitu jerman jepang dan Filipina, tapi saya pilih di Filipina karena ada beberapa orang yang saya kenal. Bahkan sampai sekarang masih kenal yang mantan Direkutur Pusat Krisis Kesehatan Filipina.
Setelah S2, saya pindah ke KNCV TB Foundation sebagai Technical Officer for Public Private MIX. Jadi engage-nya ke rumah sakit utk pelayanannya. Setelah 1 tahun disitu, saya bekerja lagi di WHO sebagai National Officer for Immunization di Expanded Program Immunization (EPI) Unit selama 6 tahun. Disitu saya lebih mengurus program tentang imunisasi rutin, pengenalan vaksin baru, jadi external reviewer seperti me-review post introduction evaluation vaksin HPV di Bangladesh dan external monitor measles-rubella campaign di India. Setelah berasa lama banget kerja disitu 6 tahun, saya berasa this is the time to move karena pastinya kita punya learning curve, kalo udah di puncak itu either u jump or u die. Lalu, saya cari kesempatan untuk daftar WHO International. Saat itu daftar di beberapa UN di negara yang berbeda namun tidak diterima. Selama menunggu hasil, saya selalu ikut mentoring session. Lalu, one day saat saya menjadi koordinator pada salah satu misi WHO, saya ditawarkan dan diminta untuk mengirimkan CV dan melakukan interview untuk pihak WHO Headquarters and then I got the job!
Hmm aku penasaran dokk,, bagaimana dulu proses dokter menghadapi persaingan atau memasuki suatu workplace dimana isinya adalah perwakilan atau staff dari middle income countries?
First of all, beberapa orang memiliki privilege. Misalnya untuk negara maju, mereka punya jatah untuk menempatkan orang mereka (orang yang berasal dari negara itu) pada suatu posisi/jabatan di WHO Headquarters. Sebenarnya, Indonesia juga punya jatah tapi keterwakilannya masih sangat kurang
Yang penting adalah prinsip aja. Jadi ada beberapa hal yang harus kita fight apapun itu. Of course, kemampuan saya sempat diragukan oleh mereka. Namun, look at me now, I’m in a position yang lebih bagus dari pada mereka, yaitu staff position bukan konsultan. Jangan cuma membuat kagum orang tertentu, tapi harus bekerja dengan sepenuh hati. Apapun badainya, kita tetap harus bekerja sepenuhnya.
Setiap misi dari WHO Headquarters, saya selalu menjadi koordinatornya. Itulah kesempatan kita berinteraksi dengan mereka dan menunjukkan kinerja kita tanpa ngomong. Jadi pas itu langsung diminta untuk melakukan interview dan mengirim CV, and that’s it.
Wahh,, keren banget dok! Kalau begitu, menurut dr. Fina, apa pengalaman menarik atau sesuatu yang tidak akan terlupakan selama bekerja di WHO?
Ada suatu hal yang saya inget itu adalah misi pertama saya di Papua. Saat itu sempat ada hambatan seperti, kerja yang lama, kurang orang, dan saya harus handle meeting pas itu. Saat itu juga short of resource (uang). Disini juga tantangannya adalah kadangkala kita harus mengerjakan segalanya (administrasi, finance dll) tapi sekarang saya bersyukur bisa belajar itu dahulu karena sekarang bisa work fast terkait dengan compliance. Karena selain perhatiin technical expertise, itu harus akuntabel baik dari admin dan finance.
Tapii dokk, sebenarnya apa yang memotivasi dokter untuk akhirnya memutuskan untuk bekerja di WHO?
Saat dulu jadi Project Coordinator IFMSA sempat mendapat opportunities berupa internship di WHO. Pada saat itu, saya memiliki job description, yaitu analisis data survey yang dilakukan pada partisipan mahasiswa kedokteran di dunia Lalu kalau di headquarters itu, penulisan analisis data itu tujuannya untuk publikasi. Lalu, saya ended up juga sempat presentasi di Regional Pediatric Conference di Jogja
Oke next question ya ok! Sebagai alumni CIMSA sekaligus seseorang yang bekerja di WHO, adakah pesan atau harapan yang ingin dokter sampaikan untuk para mahasiswa kedokteran?
Kalian beruntung karena kalian bergabung di CIMSA dan ini membuka peluang kalian untuk ekspansi networking, improve the capacity (bergantung pada passion juga ya). Karena sejak masuk di CIMSA kan udh ada SCO yang diminati. Jadi udh tau dari awal kalian nantinya bakal kemana. Seiring berjalannya waktu, minat bisa berubah tapi sebisa mungkin kalian tetap mengejar passion kalian
Ohh begituuu. Baik dokk! Sebagai penutup, apakah ada tips bagi teman-teman yang memiliki rencana untuk bekerja pada WHO, atau organisasi internasional lainnya?
Jika kalian memang ingin kerja di UNA, pertama set your goals. Setelah itu, kalian bisa meningkatkan kapasitas diri dan harus tau strength weakness dan harus meningkatkan kapasitas diri kalian sesuai requirement yang diperlukan untuk suatu posisi (level edukasi, pengalaman kerja). Lebih bagus dari sekarang sudah disiapin. Jangan takut untuk bermimpi. Jadi kalo kitanya sudah determined dan insya Allah ridajuga, alhamdulillah bisa kok.
Wahh benar sekalii dokk. Kita jangan takut bermimpii. Oke dok! Terima kasih banyak atas sharing session yang sangat inspiratif dan insightful. Semoga dilancarkan terus semua proses kedepannya ya dokk. Sukses dan sehat selalu, dr. Fina!
Yaa terima kasih juga Zhafira sudah mengundang saya. Semoga sehat selalu jugaa!
dr. Fina Hidayati Tams, MScIH
- LOME CIMSA UGM 2003-2004
- NOME CIMSA 2004-2005
- VPE CIMSA 2005-2006
- Project Coordinator IFMSA 2007-2008
- International Immunization Specialist (2016-2020)
- Technical Officer – Integration Life course and Integration Team, IVB Dept, WHO HQ (2022 – now)