WORLD AIDS DAY 2019: Bring Them Hope, Break Their Concern
December 24, 2019KENYANG – 1st Intervention
March 5, 2020Anda cemas? Wajarkah?
Pernah ga ngerasain rasanya cemas? atau pernah ga berfikir seperti “ aduh jangan-jangan….”, “kayanya aku ga bakal bisa…”, “saya khawatir..” atau pernah merasakan sulit untuk memulai tidur? Jam tidur yang biasanya pukul 9 tapi rasanya tidak bisa tidur sampai tengah malam… atau bahkan ga bisa tidur semalaman, sehingga di pagi hari terasa tidak segar badannya, lemas, ga bertenaga. Perlu ga sih kita mengkhawatirkan hal-hal kayak gini? Makin dipikir makin kepikiran… ga pengen dipikir tapi tetep kepikiran… Kadang nafsu makan jadi turun, ga mau kemana mana… Ngerjain sesuatu jadi enggak konsentrasi… Semua jadi serba salah.
Pada kecemasan banyak gejala fisik yang timbul, antara lain: jantung berdebar, keringat dingin, badan lemas, sakit kepala, gemetar, mual, sakit perut hingga diare, kulit terasa gatal hingga sulit tidur. Gejala lain yang muncul biasanya adalah rasa takut, perasaan ragu untuk melakukan sesuatu, khawatir akan hasil yang buruk, muncul pikiran berlebihan mengenai hal yang belum tentu terjadi, mudah tersinggung, gelisah, gugup, merasa diujung tanduk, sulit memutuskan sesuatu hingga menurunnya konsentrasi.
Kapan kecemasan itu bisa disebut dengan wajar dan kapan dia bisa disebut gangguan dan memerlukan penanganan lebih lanjut?
Kecemasan bisa disebut wajar apabila stressor penyebabnya tampak jelas, dan seseorang mampu untuk meredakan kecemasannya dalam jangka waktu yang cukup cepat. Sedangkan kecemasan tidak dianggap wajar apabila stressor penyebab tidak diketahui ataupun gejala kecemasan berlangsung lama dan tidak menurun dalam jangka waktu yang lama. Di sisi lain, kecemasan juga dianggap wajar apabila rasa cemas itu membuat seseorang lebih teliti, waspada dengan lingkungan sekitar dan mampu bergerak untuk maju. Sedangkan kecemasan yang tidak wajar adalah kecemasan yang membuat seseorang tidak mau bergerak bahkan mundur, takut, ragu untuk maju, menolak untuk maju, dan tidak mau melakukan hal yang seharusnya dilakukan.
Kecemasan dapat diklasifikasikan menurut pemicu atau penyebabnya maupun gejala yang timbul. Gangguan kecemasan secara umum dapat dibagi menjadi 4 besar, yaitu:
- Gangguan kecemasan fobia: gangguan kecemasan ini dicetuskan oleh adanya situasi atau objek (dari luar) yang sebenarnya tidak membahayakan. Sebagai akibatnya objek atau situasi tersebut dihindari dan dihadapi dengan rasa takut dan terancam. Terdapat berbagai macam fobia, seperti, fobia sosial, agorafobia, dan fobia khas lainnnya (tergantung objek).
- Gangguan panik: gangguan kecemasan ini merupakan kecemasan yang timbul tiba-tiba, merupakan serangan yang berat dan secara periodik. Gangguan kecemasan ini biasanya diakibatkan oleh keadaan atau situasi tertentu yang secara objektif keadaan tersebut tidak ada bahaya atau tidak membahayakan.
- Gangguan cemas menyeluruh: gangguan kecemasan ini merupakan kecemasan yang dapat berlangsung setiap hari, memiliki perasaan seperti diujung tanduk (tidak bisa kemana mana) dapat berlangsung berhari-hari, berminggu-minggu bahkan lebih lama. Perasaan yang menonjol pada saat ini adalah perasaan cemas yang “mengambang”.
- Gangguan campuran cemas dan depresi: gangguan kecemasan ini sulit dibedakan dengan depresi karena gejala yang timbul bercampur antara gejala cemas dan gejala depresi yang berupa kesedihan, ketidakmampuan, rasa bersalah, dan lainnya.
- Gangguan obsesif dan kompulsif : gangguan kecemasan ini merupakan pikiran kecemasan yang berulang sehingga seseorang memiliki perilaku yang berulang.
Gejala cemas dapat timbul dalam berbagai level, mulai dari yang ringan hingga berat, apabila mengenali gejala tersebut dalam diri sendiri ataupun sekelilingnya, dapat disarankan untuk konsultasi lebih lanjut. Konsultasi penegakan diagnosis gangguan kecemasan ini dapat dilakukan di dokter umum, psikolog maupun psikiater. Terapi untuk gangguan kecemasan juga bisa didapat dari berbagai macam level mulai dari konseling sederhana, psikoterapi hingga psikofarmaka. Konseling sederhana dapat dilakukan oleh dokter umum, psikoterapi dapat dilakukan oleh psikolog maupun psikiater, psikofarmaka dapat diberikan oleh psikiater apabila diperlukan. Tujuan semua terapi yang dilakukan oleh dokter umum, psikolog, maupun psikiater adalah untuk meningkatkan fungsi peran seseorang, mulai dari pola tidur, konsentrasi, perasaan/mood hingga produktifitas seseorang agar dapat kembali seperti semula.
Jadi…. kenali gejalanya, kewajarannya, dan konsultasi bila perlu.
- Fiddina Mediola, Sp.KJ (Direktur RSK Puri Nirmala)